Adab-adab Menuntut Ilmu

Posted by : | On : 13-01-2012 | Comments (0)

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذَباِللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِناَ وَمِنْ سَيِّئاَتِ أَعْماَلِناَ مَنْ يَهْدِهِ الله فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هاَدِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ و َأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وُرَسُوْ لُهُ أَماَّ بَعْدُ.

Setelah kita memuji Allah Ta’ala dan bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabatnya, kerabatnya serta yang mengikuti beliau sampai hari akhir

Keagungan Ilmu dan menuntutnya tidak diragukan lagi sebab ia adalah diantara Ibadah yang paling mulia, nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Bersabda :

فَضْلُ الْعِلْمِ خَيْرٌ مِنْ فَضْلِ الْعِباَدَةِ

“Keagungan Ilmu lebih baik daripada keutamaan Ibadah[1].

Namun Ilmu itu akan semakin indah tatkala dihiasi oleh adab-adab, dan mengenai pentingnya adab-adab dalam menuntut ilmu berikut kit abaca dan dengarkan Dalil-dalil dari hadits-hadits nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ucapan para ulama salaf diantaranya :

1. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ماَشَيْئٌ أَثْقَلُ فِيْ مِيْزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِياَمَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ وَإِنَّ الله لَيُبْغِضُ الْفاَحِشَ الْبَذِيْ.

“Tidak ada sesuatu yang lebih besar dalam timbangan seorang mukmin dihari kiamat melainkan akhlak yang mulia dan sesungguhnya Allah Ta’ala sangat membenci orang yang suka berbicara keji dan kotor” [2]

2. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang lain

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبَكُمْ مِنِّيْ مَجْلِساً يَوْمَ الْقِياَمَةِ أَحاَسِنُكُمْ أَخْلاَقاً

“Sesungguhnya yang paling aku cintai diantara kalian dan yang paling dekat majelisnya (Tempat duduknya) dengan ku pada hari kiamat adalah yang paling baik akhlaknya” [3]

Para ulama salaf selalu mengajarkan anak-anak mereka agar mempelajari adab terlebih dahulu sebelum mereka menuntut ilmu, telah berkata Imam Sufyan At-Tsauri Rahimahullah (Wafat Th. 161 H) : Mereka tidak menyuruh / mengirim anak-anak mereka untuk menuntut ilmu sehingga mereka mempelajari adab dan beribadah selama 20 tahun. [4]

Imam Abdullah Ibnul Mubarak Rahimahullah (Wafat Th. 181 H) mengatakan : Aku mempelajari adab selama 36 tahun kemudian aku menuntut Ilmu selama 20 tahun , mereka mempelajari adab sebelum belajar ilmu.[5]

Beliau juga mengatakan : Adab itu 2/3 (Dua per Tiga) Ilmu.[6]

Beliau juga mengatakan : Telah berkata kepadaku Makhbab bin Husain (Wafat Th. 191 H) kami lebih sangat membutuhkan adab dari pada banyaknya hadits.[7]

Imam Muhammad bin Sirrin Rahimahullah (Wafat Th. 110 H) Berkata : Mereka (Salafus Shalih) mempelajari petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Adab) sebagaimana mereka mempelajari Ilmu.[8]

Al-Khatib al-Baghdadi Rahimahullah (Wafat Th. 467 H) Berkata : Selayaknya seorang penuntut Ilmu dan Hadits berbeda dalam semua urusannya dari cara dan perbuatan orang-orang awam, seorang penuntut ilmu dan hadits harus berusaha melaksanakan Sunnah atas dirinya Karena Allah Ta’ala berfirman :

ô‰s)©9 tb%x. öNä3s9 ’Îû ÉAqߙu‘ «!$# îouqó™é& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöqu‹ø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ

“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab 21)[9]

Kebutuhan penuntut Ilmu terhadap Adab sebelum mulai menuntut Ilmu sangat utama karena itu sangat banyak wasiat para ulama akan hal tersebut , maka disamping wasiat diatas berikut ini tambahan yang semisal mengingatkan akan hal tersebut

Imam malik Rahimahullah telah berkata kepada seorang pemuda Quraisy : Wahai anak saudaraku belajarlah Adab sebelum engkau belajar Ilmu.[10]

Yusuf bin al-Husain Rahimahullah telah mengatakan : Dengan Adab engkau akan memahami segala Ilmu.[11]

Abu Abdillah al-Balkhi Rahimahullah mengatakan : Adab terhadap Ilmu lebih banyak daripada Ilmu itu sendiri.[12]

Itulah beberapa ucapan para ulama kita tentang pentingnya Adab dalam menuntut ilmu dan dia adalah bagian yang sangat utama dalam menuntut ilmu, maka marilah kita perhatikan Adab yang berkaitan dengan menuntut ilmu:

A. ADAB PENUNTUT ILMU TERHADAP DIRINYA SENDIRI

1. Mensucikan hati dari segala kotoran

Secikanlah hati dari segala kekeruhan dan kotoran, iri, dengki dan kerusakan Aqidah (Syirik dan Bid’ah) dan keburukan akhlah agar mudah menerima ilmu serta menghafalnya serta mampu untuk memahami makna-makna yang detail dan hakikat kerancuan yang ada padanya karena ilmu tersebut sebagaimana ucapan sebagian para ulama Shalat siir (tersembunyi) dan Ibadah hati serta pendekatan batin maka sebagaimana tidak sah shalat yang dilakukan oleh anggota badan kita yang zahir kecuali dengan mensucikan yang zahir berupa hadats dan kotoran maka demikian pula tidak akan sah suatu Ilmu yang ia adalah Ibadah hati kecuali dengan mensucikannya dari kotoran sifat-sifat dan kotoran-kotoran akhlak yang buruk.

Apabila hati itu baik untuk ilmu maka akan muncul keberkahannya dan ia pun akan bertambah seperti tanah yang baik untuk tumbuhan maka pasti tumbuhan itu akan baik dan berkembang.

Sebagaimana dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِنَّ فِي الْجَسَدُ مُضْغَةً إِذاَ صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَ إِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ.

“Ketahuilah di dalam badan ini ada segumpal darah apabila ia baik maka akan baiklah seluruh anggota badan tetapi apabila ia rusak maka rusaklah semua anggota badan ketahuilah ia adalah Hati.”[13]

2. Memperbaiki Niat

Allah Ta’ala berfirman :

!$tBur (#ÿrâÉDé& žwÎ) (#r߉ç6÷èu‹Ï9 ©!$# tûüÅÁÎ=øƒèC ã&s! tûïÏe$!$# uä!$xÿuZãm (#qßJ‹É)ãƒur no4qn=¢Á9$# (#qè?÷sãƒur no4qx.¨“9$# 4 y7Ï9ºsŒur ß`ƒÏŠ ÏpyJÍhŠs)ø9$# ÇÎÈ

“ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah : 5)

ô`tBur ß`|¡ômr& $YYƒÏŠ ô`£JÏiB zNn=ó™r& ¼çmygô_ur ¬! uqèdur Ö`Å¡øtèC yìt7¨?$#ur s’©#ÏB zOŠÏdºtö/Î) $Zÿ‹ÏZym 3 x‹sƒªB$#ur ª!$# zOŠÏdºtö/Î) WxŠÎ=yz ÇÊËÎÈ

“ dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.” (QS. An-Nisaa; : 125)

Dari Sahabat Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu berkata : Aku telah mendengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ِإنَّماَ اْلأ َعْماَلُ باِلنِّياَتِ وَإِنَّماَ لِكُلِّ امْرِءِ ماَ نَوَى

“Sesungguhnya segala amalan itu tergantung niatnya dan setiap orang hanya akan mendapatkan dari apa yang ia niatkan….”[14]

Niat yang baik dalam menuntut ilmu adalah : Hendaklah di tujukan hanya untuk mengharap Wajah Allah Ta’ala, beramal dengannya, menghidupkan syariat, menerangi hatinya, menghiasi batinnya, dan mengharapkan kedekatan dengan allah Ta’ala pada hari kiamat serta mencari segala apa yang Allah sediakan untuk ahlinya (Ahli Ilmu) berupa keridhaan dan karunianya yang besar.

Sufyan Ats-Tsauri Rahimahullah Mengatakan : Tidak ada yang paling sulit yang aku obati pada diriku kecuali niatku, dan janganlah ia bertujuan dengan menuntut ilmu itu untuk memperolah keuntungan duniawi seperti kepemimpinan, jabatan, kehormatan dan harta berbangga dihadapan teman-temannya, di agungkan manusia, menjadi pemimpin dimajelis dan yang sepertinya, akhirnya ia gantikan yang mulia dengan keburukan .

3. Luangkan waktu di awal-awal menuntut ilmu

Manfaatkan waktu muda untuk segera menuntut ilmu dan jangan tertipu dengan saufa (saya akan –saya akan) dan angan-angan karena setiap detik umur kita yang telah berlalu tidak akan terulangi kembali

Para ulama kita mengatakan, ‘Ilmu itu apabila engkau luangkan seluruh waktumu maka ia akan memberikanmu separuhnya.

4. Ridho dan puas dengan harta yang secukupnya dan janganlah berangan untuk kaya.

5. Manfaatkan waktu dan sisa-sisa umur dalam menuntut ilmu.

6. Jauhkan banyak makan dan minum dan cukupkan diri seadanya.

Imam Asy-Syafi’I rahimahulloh berkata ; “ aku tidak pernah merasakan kekenyangan selama enam belas tahun.

7. Hendaklah bersikap hati-hati dan mengambil keringanan yang diberikan oleh Alloh Ta’ala.

8. Kurangi makanan yang menimbulkan kebodohan, kelemahan, dan lupa.

9. Kurangi tidur dan biasakan badan berolah raga dan kurangi berhubungan badan.

10. carilah teman baik dalam menuntut ilmu

B. Adab terhadap syaikh, ustadz, atau gurunya

Diantara adab-adab penuntut ilmu terhadap syaikh, ustadz atau gurunya adalah :

  1. Sebelum menuntut ilmu hendaklah seorang pelajar melihat dan beristikharah kepada Alloh tentang orang yang akan dijadikannya sebagai guru, yakni orang yang kelak diteladani akhlak dan adabnya. Jika memungkinkan hendaklah ia belajar kepada seseorang yang sempurna keahliannya, terwujud rasa simpati dalam dirinya, nampak kehormatannya, dikenal sikap ‘iffah (menjaga kehormatannya dan telah terkenal hafalannya karena yang demikian itu lebih baik dalam proses belajar dan lebih baik dalam mendatangkan pemahaman.
  2. Menghormati dan memuliakan kedudukannya, baik ketika ada maupun ketika tidak ada. Yang demikian itu karena mulianya kedudukannya disisi Alloh Ta’ala dan dia termasuk pewaris Nabi Muhammad r
  3. Memulai mengucapkan salam, meminta izin ketika akan duduk atau pergi dari majlis ilmunya karena ada keperluan.
  4. Hendaklah ia duduk di majelis ilmu gurunya dengan cara duduk seorang pelajar, dengan penuh adab, dan tidak duduk sambil bersandar (menyender kedinding) atau dengan membelakanginya.
  5. Berbaik sangka apabila guru memberikan hukuman kepadanya, dan hendaklah ia mengetahui bahwa hal itu untuk suatu kebaikan, bukan karena balas dendam.

Seorang penuntut ilmu harus sabar menghadapi gurunya yang sedang marah. Janganlah ia meninggalkan gurunya karena dengan begitu ia telah kehilangan kebaikan yang banyak dari warisan para Nabi ‘alaihimush shalaatu was salaam berupa ilmu yang bermanfaat.

Imam Ibnu Jama’ah rahimahulloh mengatakan, “Sebagian ulama Salaf berkata, ‘Siapa yang tidak sabar terhadap kehinaan dalam belajar, maka sisa umurnya ada pada kebutaan dan kebodohan. Dan siapa yang sabar terhadap hal itu, maka urusannya akan menjangkau kemuliaan dunia akhirat.[15]

Imam Asy-Syafi’i rahimahulloh berkata dalam sya’irnya ;

اِصْبِرْ عَلَى مُرِّ اْلجَفَا مِنْ مُعَلّمِ،

………… فَإِنَّ رُسُوْبَ اْلعِلْمِ فِيْ نَفَرَاتِهِ

وَمَنْ لَمْ يَذُقْ ذُلَّ التَّعَلُّمِ سَاعَةً،

…………. تَجَرَّعَ ذُلَّ الْجَهْلِ طُوْلَ حَيَا تِةِ

وَمَنْ فَاتَهُ التَّعْلِيْمُ وَقْتَ شَبَا بِهِ،

…………… فَكَبِّرْ اَرْبَعَا لِوَفَاتِهِ

حَيَاةُ اْلفَتَى – وَاللهِ – بِالْعِلْمِ وَ التُّقَى،

…….. إِذَلَمْ يَكُوْنَا لاَاعْتِبَارَلِذَاتِهِ

Imam Asy-Syafi’I rahimahulloh berkata dalam sya’irnya ;

Bersabarlah atas pahitnya perilaku kasar sang guru (ustadz),

Karena melekatnya ilmu dengan menyertainya.

Siapa yang belum merasakan kehinaan belajar sesaat,

Ia akan mereguk hinanya kebodohan sepanjang hayat

Siapa yang tidak belajar dimasa mudanya, bertakbirlah empat kali atas kematiannya

Hidupnya seorang pemuda demi Alloh adalah dengan ilmu dan ketakwaan

Sebab jika keduanya tidak ada padanya, maka tiada lagi jati dirinya

  1. Tidak boleh sombong atau malu untuk bertanya kepada gurunya; dan hendaklah ia beradab yang baik ketika berbicara dengan gurunya.
  2. Mengikuti akhlak baik, perilaku yang terpuji, dan amal shalih gurunya, Tidak ada larangan untuk menasehatinya apabila ia melakukan kesalahan dan hendaklah dilakukan dengan penuh adab (lemah lembut) dan tidak melampaui batas.
  3. Mendatangi majlis ilmu lebih awal dari gurunya

 

Imam Ibnu Jama’ah rahimahulloh mengatakan “Hendaklah seorang penuntut ilmu datang lebih awal ke tempat belajar daripada gurunya, tidak terlambat hingga gurunya dan para jama’ahyang hadir telah duduk. Hendaklah beradab ketika ketika menghadiri pelajaran, yaitu menghadirinya dengan penampilan yang paling baik dan bersih. Dan hendaklah ia menahan diri dari tidur, mengantuk, tertawa dan selainnya.[16]

—————————————————-

[1]. Hadits Hasan : HR. At-Thabrani dalam Mu’jamul ausath (no. 3572) dan Al-Bazzar dari shahabat Hudzaifah bin Yaman dan dihasankan oleh Imam Al-Albani dalam shahih At-Targhib wa Tarhib (n0. 68)

[2] . Shahih Riwayat At-Tirmidzi (No. 2002) Lihat Silsilah Ahaadits As-Shahihah (No. 876)

[3] . Shahih Riwayat At-Tirmidzi (No. 2018) Lihat As-Shahihah (No. 791)

[4] . Hilyatul Auliya’ 4/311

[5] . Min Hadyissalaf Fi Thalabil Ilmi hal. 23

[6] . Al Jaami’ Li Akhbirrawi 1/79

[7] . Min Hadyissalaf Fi Thalabil Ilmi hal. 23

[8] . Al-Jami’ li Akhlaqirrawi 1/80

[9] . Al-Jami’ li Akhlaqirrawi 1/142

[10] . Al-Hilyah 6/330

[11] . Iqtidha’ul Ilmi al Amal 170

[12] . Al- Aadabussyariyah 3/552

[13]. HR. Bukhari (No. 52) dan Muslim (No. 1599)

[14]. Shahih Riwayat Bukhari (No. 1,54, 2529) Muslim (No. 1907)

[15]. Tadzkiratus Saami’ (hal. 140)

[16] . Tadzkiratus Saami’ (hal. 300-302) secara ringkas.

Related posts:

  1. Mensyukuri Nikmat Allah dengan Menuntut Ilmu Agama
  2. Ilmu Hitam VS Ilmu Putih
  3. Hukum Ilmu Nujum (Perbintangan)

Write a comment